Cerpen Bobo: Ramuan Tolak Bodoh

 

Ramuan Tolak Bodoh

Oleh : Fajriatun Nur

(dimuat di Majalah Bobo edisi 18 tanggal 5 Agustus 2021)

            Di bangkunya, Rani berkali-kali mengubah posisi duduknya sambil mengeluh. Ia juga tak henti-hentinya meremas jemarinya yang berkeringat dingin.  Rani semakin gelisah ketika bel masuk berbunyi.

            Fia, teman sebangku Rani, heran melihat tingkah sahabatnya itu. Tidak biasanya Rani bersikap seperti itu.

            “Kenapa, Ran? Kamu sudah belajar untuk ulangan nanti, kan?” tanya Fia akhirnya. Ia tidak tahan melihat sikap Rani yang gelisah.

            “Sudah, kok,” jawab Rani tanpa semangat.

            “Terus kenapa kamu terlihat gelisah begitu?” tanya Fia

            “Emm ... aku lupa, tidak minum ramuan. Padahal, hari ini kita ada ulangan, kan? Pasti nilaiku jelek.” Rani menggigit bibirnya dengan putus asa. Ia benar-benar merasa kacau hari ini.

            “Ramuan? Ramuan apa?” Fia menatap Rani dengan kening berkerut.

            Belum sempat Rani menjawabnya, Bu Laili masuk kelas. Semua anak langsung bersiap-siap untuk ulangan matematika.

            Selama ulangan berlangsung, Fia terus memerhatikan sikap Rani. Temannya itu benar-benar aneh. Rani terlihat gelisah saat mengerjakaan soal. 

            "Ada apa ya?" pikir Fia.

***

            Esoknya, Rani benar-benar kesal. Sepanjang istirahat, ia terus berwajah cemberut. Rupanya, Bu Laili sudah membagikan hasil ulangan kemarin. Seperti dugaannya kemarin, nilai ulangannya  kacau. Ia hanya mendapat angka kursi terbalik untuk ulangan kemarin.

            Fia yang melihatnya, tentu sangat heran. Padahal, biasanya nilai Rani selalu di atas delapan. Apalagi matematika merupakan pelajaran kesukaan Rani.

            “Ran, kok tumben nilaimu begitu?” Fia bertanya takut-takut.

            Rani menghembus napas keras. “Ini gara-gara aku lupa tidak minum ramuan, Fi,” ujarnya penuh kekecewaan.

            “Ran, sejak kemarin kamu bilang soal ramun terus. Memangnya, ramuan apa, sih?” kali ini Fia tak bisa menahan rasa penasarannya.

            “Ramuan tolak bodoh, Fia!” jawab Rani tak sabaran.

            Fia bingung. “Ramuan tolak bodoh?”

            Rani mengangguk pasrah. 

            "Aku mendapat resep ramuan itu dari tetanggaku, Kak Bimbim. Dia seorang pesulap dan pelawak. Katanya, pertama, aku harus menulis semua materi ulangan di kertas. Lalu, menyediakan segelas air putih. Kertas materi itu lalu dibakar. Asapnya ditiup ke arah gelas air putih sambil membaca jampi-jampi, "Tolak bodoh, tolak bodoh, tolak bodoh!"

        "Aku percaya pada resep ramuan itu. Karena selama minum ramuan tolak bodoh itu, aku selalu mendapat nilai yang bagus." 

            Astaga, Rani... kamu masih percaya dengan hal seperti itu? Jangan-jangan Kak Bimbim hanya bercanda. Aku juga kenal Kak Bimbim. Dia seorang pelawak juga, kan?” Fia tak bisa menahan tawanya.

            Rani mengerucutkan bibirnya. “Kak Bimbim tidak mungkin bercanda. Selama ini aku selalu berhasil dengan ramuan tolak bodoh itu,” katanya sedikit sewot.

            “Kamu lucu, Ran. Persis banget kakakku. Dulu, Kak Rahmi punya minuman keberhasilan. Katanya jika meminumnya ia selalu berhasil dalam berbagai hal,” ujar Fia sambil masih tersenyum geli.

            “Masa sih, Fi? Wah, aku ada temannya, nih. Kapan-kapan aku mau ketemu kakakmu. Aku mau minta ramuan keberhasilannya,” kata Rani penuh semangat.

            Lagi-lagi, Fia tak bisa menahan tawanya. Namun, ia mengiyakan permintaan Rani. Mereka sepakat hari Minggu besok akan bertemu Kak Rahmi.


 

            Minggu pagi, Rani sudah berada di rumah Fia. Ia benar-benar bersemangat hari itu. Rani pun berkenalan dengan Kak Rahmi.

            “Kak, katanya Kakak punya ramuan keberhasilan, ya? Aku mau dong, Kak!” ujar Rani tanpa malu-malu.

            Kak Rahmi tertawa mendengar permintaan Rani. “Eh, buat apa?”

            “Aku kan punya ramuan tolak bodoh. Kalau minum ramuan itu aku selalu mendapat nilai bagus saat ulangan. Sayangnya, kemarin aku lupa tidak minum ramuan itu. Makanya, nialai jelek. Coba kalau aku punya ramuan kebershasilan seperti punya kakak, pasti nilaiku tidak jelek-jelek amat,” cerita Rani dengan kecewa.

            “Rani, tidak ada yang namanya ramuan keberhasilan. Semua itu tergantung dari usaha kita,” jelas Kak Rahmi.

            Lalu, Kak Rahmi bercerita jika dulu ia selalu minum kopi yang diaduk sebanyak tiga belas kali. Itulah yang dianggap ramuan keberhasilannya. Karena setiap minum itu, ia selalu berhasil melakukan apapun. Namun, suatu kali, ia gagal dalam ujian, padahal sudah minum kopi yang diaduk sebanyak tiga belas kali. Sejak itu, ia tidak percaya lagi dengan ramuan keberhasilan.

            “Tapi,  aku dapat nilai bagus gara-gara ramuan tolak bodoh itu, Kak,” sanggah Rani. Ia masih percaya ramuan tolak bodohnya memang manjur.

            “Itu bukan karena ramuan tolak bodohmu, Ran. Tapi, karena kamu belajar sungguh-sungguh. Setelah minum ramuan itu, kamu merasa bersemangat untuk belajar,” timpal Fia sambil memabwa minuman.

            “Betul kata Fia, Ran. Itu namanya sugesti. Jadi, kamu mendapat pengaruh untuk semangat belajar. Makanya nilaimu bagus,” jelas Kak Rahmi.

            “Lalu, kemarin kamu mendapat nilai jelek karena kamu itu tidak konsentrasi saat ulangan. Kamu gelisah terus saat mengerjakan soal. Aku saja sampai heran melihatnya, Ran,” papar Fia.

            Rani terdiam mencerna ucapan Fia. Benar apa yang dikatakan sahabatnya itu. Kemarin ia tidak fokus karena kepikiran dengan ramuan tolak bodohnya yang lupa tidak diminum. Hmm... pantas banyak soal yang salah kukerjakan, pikirnya.

            “Jadi, tidak ada  itu ramuan keberuntungan, ramuan kerberhasilan atau ramuan tolak bodoh seperti milikmu itu. Yang ada, jika ingin berhasil kita harus berusaha semaksimal mungkin. Jangan lupa juga berdoa kepada Tuhan. Karena Dialah sumber kekuatan sesungguhnya, tempat kita memohon,” jelas Kak Rahmi bijak.


 

            Rani mengangguk-angguk. Ia membenarkan ucapan Kak Rahmi. Selam ini, ia sudah keliru karena percaya keberhasilannya berasal dari ramuan.

            Sekarang, Rani mengerti ia tidak perlu lalu meminum ramuan tolak bodoh jika akan ulangan. Yang diperlukan adalah belajar sungguh-sungguh dan berdoa agar diberi kemudahan.[]

 ####

 Hai, assalamualaikum....

Akhirnya bisa posting lagi. Sok sibuk ceritanya. Sok sibuk apa malas. Postingan kali ini tentang cerita saya yang dimuat di Majalah Bobo. 

*Cerpen ini cerpen saya yang pertama kali dimuat di Majalah Bobo. Sejak 2015 rajin kirim tapi baru tahun ini dimuat.

**Cerpen ini dikirim tanggal 14 November 2019 dan baru dimuat 5 Agustus 2021. Jadi, hampir dua tahun. Syaa bahkan sampai lupa pernah kirim.

***Cerpen/ dongeng di Majalah Bobo berkisar anatar 600-700 kata. Naskah dikirim melalui email sylvana@gridnetwork.id.



Selamat membaca dan mencoba.


Salam hangat,

Mamak Dhifa

21/08/21

2 komentar

  1. Wah keren perjuangannya 🥰 2 tahun ya.. ceritanya juga keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Aku sampe kaget ternyata masih dimuat. Untung ga dikirim ke mana-mana lagi.

      Hapus

Terima kasih sudah meninggalkan komentar. Salam hangat.