Tes. Tes. Tes .... bunyi hujan di atas
genting .... *apaansih*
Alohaaa
... apa kabar semua? Baik-baik saja, ya. Meski musim hujan udah di ambang mata
dan bawaannya menduuung terus. Tapi, moga semangatnya tidak ikutan melempem yeee
... hehe.
Setelah
libur berhari—eh minggu-minggu, saatnya ngeksis lagi. *ciecie*
Emang apa yang bisa saya bagi kali
ini? Enggak banyak, sih. Ada sedikit oleh-oleh dari kota istimewa.
Sudah
bisa nebak? Yup. Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 6-7 November saya
berkesempatan mengunjungi Negerinya Sultan. Manalagi kalau bukan Yogyakarta!
Jeng ... jeng ... jeng.
Ceritanya
nih, ada acara liburan bareng keluarga besar WD Group—tempat misua kerja. Alhamdulillah
suami ngajak—emang dari sananya dapat jatah dua seat. Wah, alhamdulillah banget. Kebetulan destinasi wisatanya
keren juga. Lumayan bisa buat nambah-nambah pengetahuan. Rezeki tak terduga
nih, bisa piknik. *Wooh ... ketahuan banget manusia kurang piknik. Haha.*
Oke
... basa-basinya cukup! Kalau diterusin malah jadi bahas sana-bahas sini.
Langsung saja ....
Surga Tersembunyi Di Balik Bukit Kapur
Yang saya ingat dari pantai di Jogja itu cuma Pantai
Parangtritis—maksudnya yang pernah saya kunjungi. Pantai berpasir hitam,
sampai-sampai kaki saya nge-cap
hitamnya, lho. Panas—di mana-mana
pantai juga panas, Non. Dan yaah ... seperti kebanyakan pantai lokal yang
pernah saya kunjungi sebelumnya. Malah sempat mikir, kok, enggak jauh beda sama
WP, ya?
Tapi,
kemarin dulu saat suami bilang soal tujuan wisata salah satunya ke pantai pasir
putih, saya heran. Memangnya ada ya, pantai pasir putih di Jogja? Sempat searching dan yaa ... menemukan beberapa
nama pantai dengan pasir putih. Salah satunya pantai Indrayanti. Duh, ke mana
saja saya? *tepokjidatsebelah*
Menurut
hasil googling, pantai Indrayanti
disebut-sebut sebagai pantai terindah saat ini di Jogja. Dan pas lihat view-nya, emang ajiib banget. Kayak
bukan di Jogja. Wah, enggak sabar nih pengin cepat-cepat ke sana.
Dan
memang penampakan aslinya dengan yang dipromoin, enggak jauh meleset. Pantainya
bersih, lho. Denger-denger ada dendanya kalau buang sampah sembarangan di sini.
Pasirnya putih. Airnya bening kebiru-biruan. Ada beberapa karang di dekat pantai.
Juga tebing karang yang menjorok ke laut. Pokoknya emang beneran deh, serasa
bukan di pantai Jogja. Mirip-mirip pantai di Lombok *aishtah*.
![]() |
| bagus kan? iyain aja deh |
![]() |
| coba ada penyu yaa ... |
Sayang
ombaknya cukup tinggi. Bikin ngeri. Apalagi buat manusia-manusia seperti saya
yang cuma bisa renang gaya batu *tsah* apalah daku? Belum lagi pas di bukit
karang, suara deburannya tuh kayak meriam. Duaar ... Byuur ... Dbyuuur! (eh,
gimana sih suaranya? Pokoknya keras gitu deh.Hehe). Yaa ... khas banget pantai
selatan. Mungkin juga karena karangnya sedikit jadi tak bisa memecah ombak
kali, ya?
![]() |
| ombaknya .... |
![]() |
| ini yang dari bukit karang |
![]() |
| lihat lautnya hijau kebiruan, kan? |
Kurannya
cuma satu. Waktu ke sana kemarin udah enggak kebagian sunrise. Padahal rombongan berangkat pukul 12 malam. Apadaya
perjalanannya memakan waktu 6 jam—dipotong waktu salat. Itu juga menurut saya Pak
Sopirnya udah waas ... wuus ... waktu nyetir.
Selain
itu, siapa nyana perjalanan menuju pantai seindah itu perlu perjuangan, lho. Jalannya itu lho berlika-liku,
naik-turun, tikung sana-tikung sini. Haduuh ... buat yang demen mabok, yassalam
... siap-siap aja kantong kresek. Kalau perlu bawa se-pak. Untung waktu itu,
perjalanan dini hari, jadi aman ... kan pada tidur. Tidak usah khawatir soal
jalanannya. Mulus, kok.
Begitu
hari terang, mata disuguhi bukit kapur dan hutan jati yang meranggas-gas. Brundul, kata orang Banyumas. Hujan
masih belum menyapa Gunung Kidul, sepertinya. Dan sepanjang yang saya lihat ada
beberapa bukit wadas, jadi bukan tanah seperti kebanyakan. Pohon tumbuh di
sela-sela batu cadas. Uwooh!
![]() |
| matahari jejadian dari mana coba? |
![]() |
| lihat ini kok, berasa seperti berada di negeri fantasi |
![]() |
| kepotong je, maafkan fotografer amatir haha |
Saya
jadi teringat dengan novel Kinanthi-nya Tasaro GK, ber-setting di daerah Gunung Kidul dan penggambarannya seperti apa yang
saya lihat. Kering. Tandus. Bukit kapur. Gamping. Hutan jati.
Tapi
setelah mata ‘sesak’ melihat pemandangan yang serba ‘kering’, langsung adem
lagi begitu sampai di tujuan. Langsung disuguhi pantai nan cantik dan eksotik (selera, ya?). Jadi, seperti
sengaja tersembunyi. Mungkin dengan begitu kelesatarian pantai akan terus
terjaga. Tanpa terjamah tangan-tangan tak bertanggungjawab. Iya, kan? *iyain
aja deh.
Oh ya,
satu lagi. Tahu enggak nama asli pantai Indrayanti? Ternyata nih namanya Pantai
Pulang Sawal (Pulsa). Kok bisa, dikenalnya pakai nama pantai Indrayanti? Mungkin
waktu kenalan nyebutnya Indrayanti bukan Pulang Sawal kali—setdah justkidding—Sebenarnya sih, karena di sana ada sebuah kafe dan
rumah makan bernama Indrayanti. Akhirnya, orang-orang lebih mengenalnya dengan
sebutan Pantai Indrayanti ketimbang Pantai Pulang Sawal. Begitulah ceritanyaaa
....
Brrrmm ... Brrrmm ... itu Pesawat!
*abaikan onomatope pada judul, nghaha banget soalnya*
Pasti
bisa ditebak, destinasi selanjutnya ke mana? Iyeess. Museum Dirgantara Mandala
di kompleks Pangkalan Udara Adi Sutjipto. Jadi ceritanya, setelah ber-have fun di pantai, main pasir,
menikmati deburan ombak dkk, saatnya menambah pengetahuan. *berasa jadi anak
sekolah lagi*
Begitu
memasuki pelataran museum, waah ... langsung di sambut beragam replika pesawat.
Sayang, saya tidak mengabadikan salah
satunya. Ternyata hari itu, banyak juga rombongan yang berkunjung ke museum.
Dan yang bikin lucu, seragamnya rata-rata merah—seragam rombongan WD Group juga
merah. Hehehe. Untung enggak keliru, ya?
Saat
memasuki museum, kita bakalan disambut empat pahlawan udara yang namanya sudah
diabadikan jadi bandara di Indonesia. Mereka adalah Abdul Halim Perdanakusuma, Agustinus Sutjipto, Prof. Dr Abdurrahman
Saleh, dan Iswahjudi (semuanya pakai Marsekal Muda Anumerta, yaa ...)
![]() |
| empat pahlawan udara dan burung garuda |
Awalnya
Museum Dirgantara terletak di Jalan Tanah Abang, Jakarta. Diresmikan oleh
Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjali pada tanggal 4 April 1969. Lalu diboyong
ke Yogyakarta pada tanggal 29 Juli 1978.
Museum
Dirgantara cocok deh untuk jadi suplay bergizi buat otak. Jangankan anak-anak
saya saja yang udah segede ini suka. Ada foto tokoh-tokoh sejarah, seragam,
diaroma, replika pesawat dan miniatur pesawat juga. Kereeen deh pokoknya.
Enggak mau panjang-panjang penjelasannya, nanti dikira laporan kunjungan
wisata, lagi. Lihat fotonya saja, ya?
![]() |
| miniatur pesawat |
![]() |
| salah satu yang ada di ruang diaroma |
![]() |
| salah satu koleksi di ruang minat dirgantara |
![]() |
| ini kembar sial haha *pwiis |
Eh
yang menarik di sana, kalau ada pesawat yang akan mendarat atau lepas landas dari
Bandara Adi Sutjipto kelihatan jelas banget.
Tulisan nama pesawatnya aja sampai bisa kebaca. Berisik sih, tapi
menarik.
Pusat Budaya, Pusat Kota
Kata
orang kalau ke Jogja belum mampir ke kawasan Malioboro, sama saja belum ke
Jogja. Nah, lho? Pendapat sebagian orang saja. Dan memang sepertinya agenda ke
Malioboro selalu tercantum dalam sebuah rute kunjungan wisata atau apalah
namanya.
Nah,
kemarin setelah ‘ngalap ngilmu’ di Museum Dirgantara, saatnya belanja-belanji
ke Malioboro. Kawasan ini emang asyik menurut saya. Ada Keraton Yogyakarta,
Benteng Vrederburg, Taman Pintar, Museum Serangan Oemoem 1 Maret, juga Pasar Beringharjo.
Dan
kalau ke sana, enggak mungkin enggak belanja. *aish* banyak godaan soalnya. Pedagang
kaki lima dengan aneka dagangannya. Harga yang ditawarkan juga relatif murah
dan kalau pintar-pintar nawar bisa dapat dengan harga oke. Belum lagi kalau di
Pasar Beringharjo. Baju batik tinggal pilih, mau yang kek gimana. Dari harga
ece-ece sampai kualitas top.
Satu
lagi yang buat menggoda, jajanan kaki lima di dalam pasar, hmmm susah untuk
menolaknya. Sate usus, sate jeroan, sate klathak, sate udang, nasi pecel, telur
puyuh dan makanan lain yang saya tidak tahu namanya. Hehe saya tergoda dengan
pecelnya. Yummy!
Keliling
Maliobornya dicukupkan dulu. Karena makin berkeliling makin banyak uang yang
meluncur dari dompet. Haha. Udah ah, ceritanya segini dulu. Enggak kerasa udah
5 lembar aja. Nanti dikira makalah, hiu-hiu.
Liburan
kali ini benar-benar liburan. Alhamdulillah. Terima kasih untuk Ibu Wiwid dan
keluarga untuk kesempatan liburannya. Sehingga saya punya bahan buat ngisi
blog. Hehehehe. Semoga WD Group semakin sukses dan maju. Nuwun.
#WDGroupgoestoJogja #Liburanbareng
#JogjaIstimewa
NB : Maafkan jika gambar kurang jelas. Maklum kamera dan fotografer amatir hehehe.
BNA, 11115






















Kereen. BTW, Postingan sebenarnya bisa dijadikan dua kali. 1 laut, satunya museum. Kan lumayan dapat dua versi
BalasHapusTadinya sempat mikir gitu. Mau dua postingan. Tapi khawatir ngelantur lagi, enggak posting-posting.
HapusSetelah posting ini malah inet enggak kompromi. Untung sudah posting semua hehhe.
Waa, mantap. Aku pernah juga ke musium dirgantara, tentu foto2 etapi HP'e rosak, wassalam deh semua foto itu .... kl mau buat blog post jd gak punya dokumentasi, hiks
BalasHapusWis tah ke sana lagi saja. Masih di jogja ini, Mbak. Aku baru ke sini lagi setelah bertahun-tahun lalu.
Hapus