*Eh,
apaan sih? Judulnya gaje, ya? Abaikan kalau begitu.*
Ketemu lagi, ya? Alhamdulillah bisa ngisi blog lagi dan
lagi. Kali ini saya ingin sedikit bercerita sebuah perjalanan. *aishtah kaya
apaan?*
Teman-teman masih ingat, kan, beberapa bulan lalu ada
sebuah lomba ketjeh—mungkin jadi lomba ter-hits
tahun ini—yang diselenggarakan Kemendikbud? Ingat-ingat? Mesti lah, secara
infonya juga berseliweran di mana-mana, iya kan? Apalagi menjelang pengumuman
sempat meruncing-runcing seperti bambu runcing. #edisiboros.
Sebagai penulis pemula yang masih labil dan suka
coba-coba *gaje lagi* saya pun kepincut ikutan. Haish, apalagi hadiahnya.
Dengan hadiah juara pertama senominal itu, bisa buat apa saja. Bikin
perpustakaan, bantuin ortu, nabung, beli buku, dan banyak lagi—tiap orang jelas
list-nya beda-beda.
Awalnya sih, sempat minder. Penulis pemula mau ikut ajang
nasional? Heeh! Tapi kalau enggak dicoba, kita tak kan tahu kemampuan yang dimiliki
sudah sampai level berapa? Jadi dimantapkan ikut. Urusan hasil nanti-nantian.
Mulai deh, setelah itu searching dan tanya ini-itu soal cerita rakyat yang belum begitu
terangkat. Nyari sana-sini. Sampai mantap mau nulis ulang cerita rakyat dari
belahan Indonesia lain. Tapi, pas mau nulis kok rasanya enteng banget, enggak
berisi, enggak berjiwa. Terus saya jadi mikir, lha kenapa enggak nulis cerita
rakyat dari kota sendiri saja? Ada banyak kok. Apalagi selama ini orang-orang
belum begitu kenal dengan kota Banjarnegara. Pengalaman pribadi, tiap ditanya
dari kota mana? Saya jawab Banjarnegara, mereka diam lama-berpikir-ingat-ingat-terus
nyeletuk, “Oh yang di Ciamis itu, ya?” #Eh?
Akhirnya setelah menyeleksi beberapa cerita rakyat lokal,
pilihan saya jatuh pada Legenda Kawah Sikidang. *Enggak tahu kenapa saya
langsur sir dengan cerita ini*. Oh
ya, awal ikut lomba saya sudah mantap mau ikut kategori cerita rakyat untuk
anak. Secara lagi belajar di genre itu. Hehe.
Bahan
tulisan udah ada, sampai tanya pada tetangga yang kebetulan orang Banjar atas—kalau
saya kan perbatasan Banyumas. Tinggal tulis saja, tapi rasa-rasanya berat. Saya
seperti enggak punya gambaran. Wah, kenapa lagi nih? Akhirnya ngendap
berminggu-minggu. Hingga menjelang DL, saya baru eseg-eseg nulis. Wah, engaaapnyaah ... 12 halaman!(di syarat
minimal 10 kan?). Apalagi saya milih kategori anak, otomatis bahasanya juga
enggak bisa bebas. Dan buat saya, bisa menulis cerita anak 12 halaman itu
sesuatu banget. Hehe. Akhirnya saya kirim hard
copy naskah H-1 DL. Mefeet banget. Saya minta sama Bu Pos-nya kiriman yang
paling kilat. Hehehe. Wagu banget, ya?
DL
terlewati, hari berganti minggu, minggu beralih ke bulan. Belum ada kabar juga.
Ya sudahlah mungkin belum beruntung—pasrah tapi tetap berdoa—kali aja
dikabulkan. Apalagi naskah yang masuk sampai 3000an, lho—lihat di fb
Kebudayaan. Wah, naskah saya nyempil di mana, tuh?
Hingga
kejutan pertama datang di awal bulan Oktober. Sebuah pesan singkat masuk
mengabarkan naskah saya terpilih masuk 60 besar dan disuruh mengirimkan softcopy. Senang pasti, hamdalah
meluncur berkali-kali. Secara dari ribuan naskah bisa tersaring 60 besar buat
penulis pemula seperti saya sudah ‘emejing’ banget.
Tapi
... tunggu! Jangan-jangan penipuan nih, pas itu lagi heboh di fb soal begituan
sih. Dan wagunya saya, kenapa enggak cek nomor ponsel dengan nomor CP di brosur
lomba. Saya justru baru ngecek setelah disarankan oleh seorang teman—kebetulan beliau
dan rekannya juga masuk 60 besar tapi pemberitahuannya via telepon, kategori
anak pula (Padahal saya baru kenal udah main todong informasi aja. Maaf ya, Bu
Titiek). Setelah cek, benar itu nomor CP-nya. Alhamdulillah. Tapi saya masih
diam dulu, pas ini cuma cerita ke keluarga. Takut gimana-gimana. Enggak enak
saya.
Setelah
pengumuman itu, saya makin rajin berdoa. Dikit nglunjak malah. Hehe. Tak tahu
terima kasih banget ya, saya? Saya hanya minta kalau diizinkan ya pengin juara,
masuk tiga besar atau kalau enggak ya masuk 12 besar pun tak apa. Ya ampun doa
saya pede banget ya? Hehe. Tapi tiada salahnya kan berdoa seperti itu. kalau
dikabulkan Alhamdulillah, jika belum berarti koreksi untuk saya.
Tapi
ternyata ada pemberitahuan jika pengumuman lomba diundur dan peserta yang lolos
sudah diundang ke Jakarta untuk wawancara. Wah, saya enggak dapat undangan,
berarti tak lolos? Ya sudahlah. Kecewa, jangan tanya. Bikin enggak semangat
pastilah. Tapi masa iya mau kek gitu terus. Ya ibarat orang pacaran ... putus
ya segera move on. Jadi saya segera
beralih rencana. Enggak lolos ya bikin buku sendiri. Saya berniat membuat buku
cerita bergambar dari naskah itu. Sudah nyari bahan-bahan lagi. Rencana cerita
rakyat dari Banjarnegara semua. Begitu.
Eh,
sudah mulai nulis-nulis lagi, kejutan kedua datang di akhir Oktober. Ada email
pemberitahuan naskah saya terpilih sebagai Pemenang Hiburan. Saya disuruh
melengkapi berkas berupa biodata, foto, lembar penyataan dan ringkasan cerita rakyat. Huaaa ...
alhamdulillah ... alhamdulillah. Saya jejingkrakan saking senengnya. Padahal
lagi di warnet. Untung rada sepi. Dan kali ini saya yakin karena yang ngirim
email resmi panitia lomba.
Tapi,
saya sedikit was-was. Email datang hari Senin dan saya membukanya Selasa sore.
Sedangkan berkas ditunggu segera sampai Senin malam. Wah, masih berlaku enggak
nih? Waktu itu beberapa hari susah konek internet, makanya bisa online-nya di warnet. Buru-buru saya
bikin ringkasan. Tak sampai setengah jam, sudah jadi. Kirim. Esoknya dapat
balasan. Lega. Masih diterima.
Untuk
kejutan ini saya juga berusaha diam. Takut heboh apalagi di FB juga sedang
hangat-hangatnya. Pada orang luar saya cuma cerita dengan Mbak Khulatul teman
dekat yang sudah seperti saudara. Itupun saya menyuruh beliau tutup mulut. Bukan
tak ingin berbagi kebahagiaan. Hanya saja saya merasa belum apa-apa, masih
harus banyak belajar. Khawatir saat mendapat pujian saya justru terlena dan
lupa untuk belajar lagi, lagi dan lagi. Saya putuskan nanti saja lah setelah
ada pengumuman resmi.
Kemarin
tanggal 11 pengumuman resmi itu muncul. Saya malah belum sempat share pengumuman udah keduluan
teman-teman yang lain. Dan sedikit kaget karena naskah saya masuk 12 besar
kategori umum. Lho, dulu kan saya kirimnya kategori anak, malah sampai nempelin
di amplop? Jangan-jangan ini Fajriatun Nurhidayati yang lain. Tapi lihat judul
punya saya, “Puteri Jelita, Rambut Gimbal dan Kawah Melompat.” Ternyata dengar-dengar—beneran
atau enggak—kategori naskah berdasakan umur. Oalah, bukan target pembaca, tah?
Hmm ... pantas.
Lalu,
apa kabar ringkasan cerita rakyat yang dulu diminta? Ternyata untuk panil
pameran dan dokumentasi. Ini ada hasil jepretan dari teman saya Mega Kahdina,
juara Harapan II untuk kategori anak, sama-sama alumni #KampusFiksi12 (Makasih,
Meg).
Kalau
ada yang tanya, kenapa kok cuma jadi pemenang hiburan saja sudah lebay
nulis-nulis gini? Buat saya pribadi, saya sudah menjadi juaranya sejak dulu
setelah bisa menyelesaikan tulisan cerita rakyat ini sampai 12 halaman. Definis
perjuangan tiap orang beda-beda. Tapi buat saya yang pemula menulis sejumlah
itu untuk cerpen perjuangannya luar biasa. Hehehe.
Akhirnya,
perjalanan si “Kawah Melompat’ berakhir dan berjodoh di Kemendikbud. Semoga
cerita rakyat dari Dieng, Banjarnegara itu bisa bermanfaat untuk semuanya. Dan
bisa menyapa seluruh anak Indonesia. Amin. Biarlah ceritanya keliling
Indonesia, penulisnya mah di rumah aja. Hehehe.
Nah,
akhir kata, yuk tetaplah belajar dan menulis! Semoga kebaikan selalu menyertai
pena-pena yang kita goreskan. Salam.
NB : Untuk cerita rakyatnya
saya tidak tahu apakah boleh diposting di blog pribadi atau tidak. Jadi saya
belum berani memostingnya. Nanti, kalau ternyata boleh dan tidak bermasalah
akan saya bagi ceritanya di sini. Mohon maaf. Nuwun nggirh, sederek.
BNA, 141015


Lebay? Ah, enggak lah. Biasa saja. Setiap orang punya hak bahagia serta membagikannya. Alhamdulillah.
BalasHapusHehe. Kalau aku sebenarnya lebih ke dokumentasi aja, mbak. Oh saya pernah begini ... Begitu .. Ini ... Itu. Biar ada penyemangat dan alarm untuk diri sendiri.
HapusHaduuh nulis komen aja labil eyke ... Sebentar saya sebentar aku. 🙈
HapusSelamat Mbak. Barakallah. ^_^ Nggak lebay Mbak, mensyukuri apa yang telah diusahakan itu sah-sah saja. Sukses selalu Mbak. Kalau melihat teman-teman yang hebat jadi salut, melecut semangat buat ikut berusaha semaksimal mungkin. ^^
BalasHapusMakasih sudah mampir, mbak ratna. Iya dan kasang apa yang sudah terjadi bisa untuk penyemangat ke depannya. Sukses untukmu juga, mbak. Yuk nulis lagi!
HapusNah, kan, ada yang sepaket dengan komenankuuuh. :)
BalasHapusHaha iyees.
Hapusselamat ya Fajriatun
BalasHapusTerima kasih, mbak maharani 😊
HapusNulis. nulis. Nulis. Lalu kirim dan lupakan. Karena setiap tulisan akan menemukan takdirnya masing2 :D
BalasHapusSalam kenal Mbak :)
Betul sekali, Mbak. Tiap tulisan punya jodohnya sendiri2. Yang penting ttep berdoa dan terus menulis.
HapusSalam kenal balik, Mbak. Terima kasih sudah berkenan mampir.
Emezing ya perjalanan naskahnya. sekarang tinggal tunggu terbit bukunya ya ... l
BalasHapussemangat, semangat! :)
Kayaknya ndak diterbitkan, mbak. Yang dibukukan 6 besar kemarin baca e-book para pemenang. Mungkin lain kali 😊
HapusBisa dibaca dimana nih, Mba? 😃
BalasHapusOh naskah lomba ini tidak diterbitkan kalau yang juara harapan, Mbak.
Hapus