Takiran Suran (Sedekah bumi)

Takiran merupakan salah satu tradisi Jawa-Banyumasan yang biasa dilaksanakan setiap Bulan Syura (Muharam) sebagai ungkapan syukur dan penyambutan tahun baru Islam. Kata takiran berasal dari gabungan dua kata dalam Bahasa Jawa yaitu ditata dan dipikir, dimaksudkan agar kita  dapat menata pikiran di tahun baru Islam (Hijriyah). Untuk merayakan tradisi ini,  hampir setiap lapisan masyarakat membuat takir yaitu nasi yang dimasukkan ke dalam piti (besek) kecil dengan lauk di atasnya. Biasanya lauk yang dibuat meliputi bihun/mie goreng, sambal goreng tempe/ kentang, telur/ayam, dan yang tak ketinggalan  cabe merah yang dicelup telur dan petai. (Itu kalau di tempatku, entah di tempat lain).

Biasanya tradisi takiran dilaksanakan di hari keramat (mempunyai pasaran tinggi) seperti Jumat Kliwon ataupun Selasa Kliwon (tergantung kesepakatan daerah masing-masing). Pada hari H, para ibu-ibu berbondong-bondong ke tempat yang sudah ditentukan untuk acara takiran (misal : balai desa). Mereka membawa tenong (tempat penyimpanan makanan berbentuk bundar) yang berisi takir-takir. Setelah berkumpul sesepuh desa/tokoh agama (Kayyim) memimpin doa. Nah, baru setelah selesai berdoa, para ibu saling tukar-menukar takir dengan yang lainnya. Sebagai simbol saling tukar pikiran.

Jika acara sudah selesai, biasanya dilanjutkan dengan ruwat bumi, pagelaran wayang. Sebagai simbol ritual keselamatan (tolak bala) dan rasa syukur kepada Tuhan YME atas rizki yang diberikan. Dengan harapan di tahun yang akan datang bisa lebih baik dan berkah.

Itulah sekilas sedikit gambaran mengenai tradisi takiran yang saya ketahui. Semoga  bermanfaat :-).


Banyumas, 7Nov14

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Terima kasih sudah meninggalkan komentar. Salam hangat.